Daun Berguguran

/*

Sabtu, 26 Januari 2013

Segitiga Exposure : ISO, Aperture, Shutter Speed

Kamera adalah suatu alat yang digunakan untuk ‘menangkap’ cahaya lewat sensor. Informasi dari cahaya yang ditangkap di sensor itu lalu diterjemahkan menjadi gambar. Jika jumlah cahaya yang tertangkap di sensor itu kurang, maka gambar akan menjadi terlalu gelap (underexposed/UE). Sebaliknya, jika cahaya yang tertangkap di sensor berlebihan, maka gambar akan menjadi terlalu terang (overexposed/OE).

Kurang cahaya                         Pas                         Kebanyakan cahaya
   Kurang cahaya                                     Pas                                       Kebanyakan cahaya
Ada tiga hal yang bisa disetting di kamera untuk mengatur exposure: shutter speed, aperture, dan ISO. Apa peran dari masing-masing settingan tersebut?
Jika diibaratkan sensor adalah sebuah ember, dan cahaya adalah air yang akan diisikan ke ember tersebut, maka exposure yang ‘tepat’ adalah saat ember terisi air pas hingga bibir ember. Jika tinggi air tidak mencapai bibir ember, maka gambar akan underexposed, dan jika air luber maka gambar overexposed.
KONSEP

1. Shutter speed
Shutter speed adalah kecepatan atau lamanya shutter membuka sehingga cahaya mengenai sensor. Jadi, shutter speed bisa diibaratkan lamanya kita membuka keran untuk mengisi air. Semakin lama keran dibuka, maka akan semakin banyak air yang mengisi ember.
Shutter speed diukur dalam satuan waktu, dan kamera DSLR rata-rata dapat menggunakan shutter speed dari 1/4000 detik hingga 30 detik. Karena shutter speed yang digunakan kebanyakan kurang dari satu detik (pecahan), maka biasanya yang tertulis di viewfinder kamera adalah pecahannya saja (shutter speed 1/100 detik akan tertulis 100) di viewfinder. Satuan ‘detik’ biasanya tertulis sebagai tanda kutip (“), jadi shutter speed 2 detik akan tertulis sebagai 2″. Terkadang satuan detik digunakan juga dalam pecahan, misalnya 0.6″.
Makin besar angkanya, maka gambar akan makin gelap. Faktor pengali satu stop adalah 2x, misalnya shutter speed 1/100 akan 1 EV lebih terang daripada shutter speed 1/200 jika scene dan settingan yang lain tetap sama.
(EV adalah satuan brightness, di mana selisih 1EV berarti selisih brightness yang disebabkan jumlah cahaya yang masuk berbeda 2x lipat. 1 EV sering disebut juga 1 stop, istilah warisan dari jaman kamera film dulu.)
2. Aperture
Aperture adalah bilah-bilah (biasanya terbuat dari logam) yang terdapat di dalam lensa. Bilah-bilah ini dapat bergerak, saling berpotongan dan menutupi sekeliling penampang lensa, sehingga hanya bagian tengah lensa yang dapat dilewati cahaya. Dengan demikian, aperture bisa diibaratkan penampang pipa yang menyalurkan air. Walaupun sama-sama hanya dibuka selama satu detik, misalnya, pipa yang besar akan mengalirkan air lebih banyak daripada pipa yang sempit.
Satuan aperture adalah diameter bukaan bilah-bilah. Dinyatakan dalam pecahan, biasa tertulis sebagai f/X atau 1/X, di mana X adalah angka aperturenya. Yang tertulis di viewfinder kamera seringkali hanya angka X nya saja.
Faktor pengali satu stop adalah √2 (akar dua), atau gampangnya 1.4x; artinya bukaan f/3.5 akan 1EV lebih terang daripada bukaan f/5.6. Makin besar angkanya, maka gambar akan makin gelap.
3. ISO
ISO adalah sensitifitas sensor. Makin tinggi ISO, maka makin sedikit cahaya yang dibutuhkan untuk mencapai brightness tertentu. Menaikkan ISO bisa diibaratkan memasukkan bebatuan ke dalam ember sehingga jumlah air yang dibutuhkan semakin sedikit.
Satuan ISO adalah angka ISO. Faktor pengali satu stop adalah 2x, di mana ISO 800 akan 1EV lebih terang daripada ISO 400.

EFEK PADA FOTO
Selain mengatur brightness gambar, masing-masing sisi segitiga exposure ini mempengaruhi hasil akhir foto.
Shutter speed yang lama akan memungkinkan objek atau kamera bergerak selama cahaya mengenai sensor, sehingga foto menjadi blur, sebagian atau sepenuhnya.
Aperture yang besar (angka aperture yang kecil) akan menghasilkan depth-of-field (ruang tajam) yang sempit, sehingga benda-benda yang berjarak tidak terlalu jauh dari jarak fokus pun akan mulai blur. Hal ini bisa jadi hal positif jika ingin membuat bokeh, namun bisa jadi hal negatif jika kita ingin mempunyai ruang tajam yang luas.
ISO yang tinggi berarti sensornya makin sensitif, dan efeknya menimbulkan noise pada gambar.
MENGATUR EXPOSURE
Kamera mempunyai kemampuan ‘melihat’ scene dan menghitung exposure yang tepat untuk scene tersebut, bahkan menghitung kombinasi aperture, shutter speed, ISO untuk scene tersebut. Dalam kamera ada mode exposure manual (Manual) dan otomatis (Automatic, Program, Aperture Priority dan Shutter Speed Priority). Silakan periksa manual kamera masing-masing untuk mempelajari mode-mode ini lebih lanjut, atau baca artikel ini.
Kita dapat mempengaruhi perhitungan kamera tersebut dengan menerapkan Exposure Compensation; kita bisa memerintahkan kamera untuk menghitung (dan menggunakan) exposure yang lebih terang atau lebih gelap dari exposure yang dianggapnya tepat. Jika kita menggunakan -2/3EV, misalnya, maka kamera akan menghasilkan hasil penghitungan exposure yang lebih gelap -2/3EV dari exposure yang (jika tanpa compensation) dianggapnya tepat.

Belajar Memahami Apeture & Diafragma Kamera

Dalam pemahaman mengenai fotografi, ada banyak sisi atau isitilah yang harus dipahami. Dan salah satu yang sangat populer adalah aperture. Lalu apakah aperture itu?
Aperture adalah besarnya bukaan dari lubang diafragma pada lensa kamera. Lubang diafragma inilah yang mengatur jumlah banyaknya cahaya yang akan masuk ke dalam kamera. Secara awam, aperture seperti pupil pada bola mata yang mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke mata.

Secara bentuk fisik, aperture lensa tersusun dari beberapa lempeng besi tipis. Besi tipis ini biasanya disebut dengan ‘blade’. Susunan besi tipis ini membentuk sebuah lubang yang dapat diatur besar kecilnya.

—Aperture atau Lubang Diafragma Pada Lensa

Besaran aperture digambarkan dengan angka yang disebut f number atau f stop. Contoh besaran f stop adalah f/1,8 atau f/16. Besaran f stop tentu saja berbeda pada setiap kamera digital atau lensa kamera. Namun secara umum besaran f stop ini dapat dirubah sesuai keinginan kita. Tentu saja tergantung dengan kondisi pencahayaan pada objek yang akan difoto.


Aperture juga berpengaruh pada ruang tajam sebuah foto. Aperture yang sempit akan membuat ruang tajam lebih luas daripada aperture yang lebar. Hal ini akan coba saya tulis di lain kesempatan.

—Penggunaan Aperture dan Perbedaan DoF (Ruang Tajam)

Hal yang menjadi perhatian bagi saya ketika mempelajari aperture (dan masih belajar hingga sekarang), penulisan f stop adalah berbanding terbalik dengan aperture. Aperture besar digambarkan dengan f stop yang kecil, sedangkan aperture sempit digambarkan dengan f stop besar. Misal kita akan mengambil gambar pemandangan dan membutuhkan aperture sempit, maka f yang digunakan adalah f/11 atau f/16.


Secara prinsip, pengaturan aperture sangat bergantung dengan keadaan cahaya. Jika cahaya terang benderang, maka kita membutuhkan aperture yang sempit (f number yang besar). Namun jika keadaan agak redup dan kurang cahaya, maka aperture lebar yang dibutuhkan.


Tetapi hal tersebut tidaklah mutlak. Untuk menciptakan sebuah foto dengan pencahayaan yang tepat, atau perfect exposure, maka kita harus memperhatikan aspek lainnya. Dan hal itu adalah ISO, dan shutter speed/kecepatan rana.

Sumber : http://www.lensagaul.com/memahami-aperture-dan-diafragma